Sunday, July 5, 2009

PENGUMUMAN

PENGUMUMAN...

Kepada seluruh kader HMI Khususnya Cabang Kab. Bandung, ayo bergabung di Grup Fecebook nya HMI Kab. Bandung....

Trimzz


Baca Selengkapnya......

Friday, July 3, 2009

“MAHASISWA DAN NILAI IDEALISME”

(Analisis terhadap realita Kampus)

Oleh : KAHPIANA[*]

Mapannya arus modernis telah menjadi jargon yang melemahkan kaum muda termasuk didalamnya Mahasiswa. Masuknya zaman globalisasi mengantarkan masyarakat kampus tertidur oleh kemapananya. Ditinjau dari analisis hari ini menjadi hipotesis penulis, bahwa Mahasiswa hari banyak mengalami kemerosotan dari segala apapun, baik dari segi moral, dehedrasi spiritual, ataupun kemapanan intelektual. Organisasi Mahasiswa baik intern maupun eksteren yang diharapkan mampu menjadi ruang gerak mahasiswa, tapi hari ini system kampus sudah membatasinya. Pedahal saya disanalah yang akan memunculkan ide-ide perubahan.

Murahnya harga diri Mahasiswa dari mata public adalah ancaman besar bagi kita yang akan menjadikan krisis kepercayaan bagi masyarakat,. Terhegemoninya pola pikir Mahasiswa oleh system kampus, atau mungkin tergerus oleh zaman akan menjadikan bangsa ini semakin terpuruk, kita perhatikan dalam forum-forum intelektual Mahasiswa jarang sekali hadir didalamnya. Akankah kita akan seperti ini?. Dan yang ngerinya lagi Mahasiswa hanya disibukan oleh tugas-tugas kampus saja, ini menunjukan bahwa mahasiswa kita digiring untuk menjadi mahasiswa yang oportunis terhadap permasalahan baik itu kebangsaan, keumatan dll.

Belum lagi kita berbicara Nilai Idealisme yang hari ini tidak lagi terdengar dalam diri Mahasiswa.dan itu seharusnya nilai itu menjadi harga mati bagi Mahasiswa. Kita lihat Gerakan murni yang lahir seringkali tercemari oleh pelacur kekuasaan, kacung politik, diakui atau tidak ini adalah realita saya sering melihatnya. Penulis pikir perubahan ini harus bersama kita lakukan, mulai dari pejabat kampus yang didalamnya_Rektor, Dekan, dan para Dosen_kampus sampai Mahasiswa jika kita memang menginginkan adanya suatu perubahan. Kalau memang kita enjoy dengan keadaan seperti ini.ya kita semua akan terus-terusan tidak merasakan kenyamanan belajar disini.!!!!!!!!!!!!

Penulis satu bulan kebelakang menganalisis para dosen pada PBM, dari empat pertemuan hanya dua bahkan satu kali pertemuan saja dosen bisa masuk, dengan berbagai macam alasan yang dilontarkan, Ini sebenarnya klasik tapi kalu tetap dibiarkan kami Mahasiswa juga tidak bisa nyaman belajar disini. Mengerikan sekali kampus kita ini. Saya sering terfikirkan ketika belajar dalam kelas, si dosen menerangkan konsep ideal tentang pendidikan yang didalamnya (Kurikulum, Administrasi, sarana prasarana, dll) tapi ketika saya melihat realita kampus kita ini jauh dari konsep ideal yang diterangkan oleh dosen. Belum lagi yang kerjanya hanya memakan gaji buta. Saya fikir Mahasiswa fakultas Tarbiyah jangan hanya diam, ketika ada sesuatu yang janggal mari kita selesaikan bersama, kita ingatkan bersama agar kita semua tidak menjadi orang yang dzolim dan terdzolimi oleh system kampus. Ini otokritik bagi kita semua. Penulis teringat dengan teori pendidikan madzhab kritis, bahwa pendidikan adalah sebuah penyempurnaan agar manusia itu tidak terbodohi dengan proses belajar mengajar (PBM), yang sehingga manusia itu akan terus diam saja melihat sebuah ketidak benaran.

Jadi kalu jita perhatikan bersama antara Nilai Idealisme dan Mahasiswa adalah dua mata koin yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainya. Jika mahasiswa sudah tidak lagi menjaga nilai Independensi maka kita terkalahkan oleh kaum TUA. Yang hanya menjadikan kita kacung-kacung kepentingan pribadinya.

Bangun mahasiswa Indonesia kau telah tertidur panjang, apakah kau menutup mata melihat keterpurukan di lingkunganmu, apakah kau takut untuk melakukanya, kita adalah pengarah bangsa ini, kita punya sebuah nilai kejujuran nilai yang tidak bisa terjual oleh harga nominal. Terlalu sayang kau tinggalkan masa kejayaanmu sebagai mahasiswa jika kau gadaikan demi pelacur kekeuasaan, dank au jual Nilai Idealisme dengan harga Nominal.



[*] Penulis adalah ketum HMI KOMTAR 2008-2009.



Baca Selengkapnya......

TERMENUNG AKU DALAM REALITAS YANG TAK PASTI.

Oleh ; Kahpiana[*]

Aku melihat realitas disekitarku, bising mendengar dengan suatu yang namanya perubahan, entah mengapa?, apakah mereka takut dengan ancaman pada mereka, ataukah mereka tak mau perubahan dan nyaman dengan keadaannya.

Kita adalah penggerak atas semuanya, tapi terkadang kita tidak tau bahwa kita adalah penggerak itu, dan kita bingung mau kemana kita akan melangkah, dan kita mati langkah dengan suatu dogma yang membelanggu cara pandang kita baik budaya, norma dan bahkan agama. Kita tau di rezim orla (orde lama), orba (orde baru) banyak mereka yang diuntungkan dengan tindakanya yang oportunis mereka manut, patut, tapi tidak bebas, tapi sedikit bagi mereka yang revolusioner mengangkat suatu yang menengtang ketika zaman itu mereka dibuang, dipenjarakan dan bahkan mereka dibunuh salah satu contohnya Pramudia A Toer, Tan malaka, Rivai apin dll. Demikianpun sekarang ini zaman orde yang paling baru (Reformasi) yang menganut faham katanya democrasi masih banyak Politik Tajug bercokolan dimana-mana. Kekuasaan ditangan rakyat yang sering kita dengungkan laksana kapal air yang tanpa nahkodanya. Kebesasan yang sering kita degungkan menjadikan alat bagi kita melakukan salahkaprah. Kekuasaan sampai kapanpun menjadi suatu rebutan para elite kita.

Menghadapi kampanye pilpres yang namanya kemiskinan, pendidikan, pengangguran dll menjadi bahan pembicaraan kampanye para elite. Parpol berideologi manapun pasti tak kalah bualanya, baik yang berbau nasionalis, agamis bahkan nasionalis maupun agamis pun demikian. Hari ini rakyat kita telah dibodohkan oleh suatu gerakan yang sering mengatas namakan gerakan SOSDEMPRAK (sosialis demokrasi kerakyatan). Tapi tidak pernah sama sekali parpol kita mengajarkan pendidikan politik pada rakyat, bagaimana rakyat kita menghasilkan hidup yang layak toh pada akhirnya suatu ruang pendidikan politik tidak diberikan, rakyat kita sama sekali tidak diberi kesadaran akan suatu manisfestasi kehidupan democarsi yang dimana menjadikian cara pandang mereka rasional, objektif, dan egaliter dan itulah ciri masyarakat system Negara democrasi. Kita lihat banyak elite kita secara jelas ketika zaman orba melakukan suatu gerakan yang melanggrar HAM, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme tapi hari ini mereka dengan leluasa mencalonkan pemimpin bangsa ini. Ini maksud saya rakyat tidak mendapat kesadaran untuk menilai secara objrktif memilih dan menentukan pemimpinya.

Aku heran sepertinya dengan tatanan kehidupan bernagara di bumiputra ini, masih ada elite yang merauk uang negara untuk kepentingan pribadi, pusing rasanya semakin hari semakin banyak yang aku tau, kejanggalan realitas disekitar menjadikan aku tak mau diam saja yang ada dihatiku adalah REVOLUSI, sudah saat kita perbincangkan tentang arah bangsa ini kedepan, sebab kalau hari ini turunan orba, orla masih bercokol di kursi pemerintahan ini berbahaya bagi bangsa. Kepentingan pribadi dan kelompok kita redam dulu sebaiknya kita bersatu dalam nuansa kehidupan yang bersatu menjadi tubuh yang bertajuk PERUBAHAN.

REVOLUSI ITU MENCIPTAKAN !!

(Tan Malaka)

*Penulis adalah ketum HMI KOMTAR 2008-2009





Baca Selengkapnya......

Thursday, June 25, 2009

Tanggapan Tentang Tulisan HTI

Liberalisme HMI

" tulisan ini di dapat dari http://hizbut-tahrir.or.id/2009/05/14/liberalisme-hmi/ "

Sebuah kesimpulan yang tak beralasan karena berangkat dari sebuah kekritisan kader HMI di sebuah training di Tasikmalaya, Jawa Barat

Saya tidak setuju syariah!” teriak salah seorang peserta sambil berdiri.

“Tahukah saudara-saudara, salah satu hukum syariah adalah potong tangan. Saya tidak mau dipotong tangannya.”

Lalu berdiri juga seorang peserta, “Saya juga tidak setuju.” Tak terduga, sesaat kemudian tindakan itu diikuti oleh hampir seluruh peserta yang juga sambil berdiri menyatakan ketidaksetujuannya terhadap ide penerapan syariah yang disampaikan oleh Jubir HTI.

Siapa mereka? Jangan salah, mereka bukanlah non-Muslim. Mereka adalah peserta Training LK (Latihan Kader) II HMI beberapa waktu lalu. Ini adalah forum training lanjutan tingkat nasional yang diikuti oleh kader-kader HMI dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Kali itu diselenggarakan di Kota Tasikmalaya.

Reaksi semacam ini tentu sangat mengejutkan. Bagaimana mungkin kader HMI menolak syariah?

Mereka umumnya menolak mentah-mentah ide khilafah. Itu dikatakan sebagai ide yang absurd, tidak jelas dan utopis. Mereka menilai, demokrasi tetaplah yang terbaik. “HTI beruntung dengan demokrasi. Semasa Soeharto, HTI tidak dapat hidup. Maka, HTI harus berterima kasih pada demokrasi,” cetus salah seorang peserta.

Ada juga peserta yang setuju syariah, tetapi tetap menolak ide khilafah. “Saya setuju syariah diterapkan. Tapi tidak setuju khilafah karena banyak perbedaan, banyak mazhab yang masing-masing akan mempertahankan pendapatnya sehingga terjadi perpecahan,” kata Mahrus, peserta dari Cilegon.

Senada dengan Mahrus, Ahmad Faiz juga menyatakan setuju syariah, tetapi khilafah tidak. Lagi pula, katanya, khilafah menurut siapa? “Apa mungkin umat Islam hidup dalam satu pemimpin?” tanyanya ragu. Di dalam al Quran, menurutnya, juga tidak ada perintah untuk mendirikan Khilafah. Dulu yang ada adalah kerajaan. Tidak ada konsep khilafah.

Soal ketakutan bahwa ide khilafah bakal menimbulkan persoalan, diungkap juga oleh Zulham, peserta dari Kendari. “Secara pribadi saya setuju. Tapi saya menilai dari internal umat bakal akan ada perlawanan. Dengan kondisi bangsa yang beragam, apa ide itu bisa diterapkan? Apa bukan akan menimbulkan benturan?”

Memang, peserta melihat bahwa antara khilafah dan demokrasi tidak dapat dipertemukan. Menurut Samsulhadi, peserta dari Lombok, tata kenegaraan yang ada harus didekonstruksi, karena akan benturan dengan ide syariah dan khilafah.

Mereka juga mempertanyakan kelayakan syariah untuk diterapkan di Indonesia. “Syariah apa cocok untuk Indonesia yang heterogen?” tanya Rake, peserta dari Semarang.

Hal serupa diungkap oleh Ali Muhson, peserta dari Jawa Timur. Sama dengan pemikiran tokoh-tokoh Islam liberal, mereka setuju syariah, tetapi hanya sebatas nilai-nilainya saja. Misalnya, nilai keadilan. Tidak perlu menggunakan label Islam.

Sesungguhnya konsep khilafah bukan saja sudah ada, bahkan juga sangat jelas. Puluhan buku telah ditulis oleh para ulama pada masa lalu tentang masalah ini. Buku-buku seperti Al-Ahkam as-Sulthâniyah karya al-Mawardi atau Abu Ya’la, juga Siyâsah Syar’iyyah-nya Ibnu Taimiyyah, apalagi kitab Nizhâm al-Hukmi fî al-Islâm karya Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani mampu menggambarkan dengan sangat gamblang konsep khilafah. Mungkin saja ada perbedaan di antara para ulama tentang konsep detilnya, tetapi konsep-konsep dasar utamanya mengenai prinsip kedaulatan (as-siyâdah), kekuasaan (al-sulthah), kesatuan kepemimpinan dan hak tabanni pada khalifah, pastilah sama meski dalam buku-buku itu dibahas dalam istilah yang berbeda-beda. Karena itu, tidak perlu dikhawatirkan adanya perbedaan konsep, apalagi dikhawatirkan bakal munculnya kekacauan atau perpecahan. Lagi pula, fakta sejarah menunjukkan, konsep khilafah itu bisa diterapkan dengan baik. Menurut para sejarahwan, paling sedikit selama 700 tahun dari era kejayaan Islam disebut sebagai the golden age.

Soal pluralitas atau heterogenitas Indonesia tidaklah semestinya menjadi penghalang untuk penerapan syariah, karena memang Islam dengan syariahnya tidak hanya diturunkan untuk umat Islam saja. Menurut al-Quran, Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia sehingga syariah Islam yang dibawa oleh Rasulullah juga berlaku untuk Muslim maupun non-Muslim. Bagaimana teknisnya? Dalam kehidupan pribadi, menyangkut masalah akidah/keyakinan serta ibadah, makanan, minuman dan pakaian tiap orang diberi kebebasan untuk memprkatikannya sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing. Namun, dalam kehidupan publik, menyangkut aspek ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan, serta hukum dan sanksi, syariah Islam berlaku atas semuanya, baik atas Muslim maupun non-Muslim. Ketika misalnya pendidikan diselenggarakan tanpa biaya, maka ini berlaku untuk Muslim dan non-Muslim. Ketika seorang non-Muslim membunuh Muslim tanpa alasan yang benar, maka ia akan dihukum sebagaimana ketika Muslim membunuh non-Muslim tanpa alasan yang benar. Demikianlah Islam mengatur masyarakat heterogen dengan syariah. Kemampuan Islam mengatur masyarakat semacam itu telah terbukti dalam sejarah. Bahkan bisa dikatakan seluruh masyarakat Islam di masa lalu adalah heterogen.

Tentang hukum potong tangan, yang dipertanyakan dalam LK II HMI di Tasikmalaya, dijelaskan bahwa itu adalah bagian dari ‘uqûbât atau sanksi dalam Islam. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan hukum syariah disebut sebagai jarîmah atau kejahatan. Setiap jarîmah pasti akan dikenai hukum atau diberi sanksi. Orang yang terbukti mencuri lebih dari seperempat dinar, misalnya, akan dipotong tangannya.

Benar, ‘uqûbât dalam Islam memang tampak sangat keras, dan mungkin membuat kebanyakan orang merasa sangat ngeri sehingga akan cenderung menolak. Namun, jika dipahami dengan sungguh-sungguh, nyatalah bahwa ‘uqûbât itu sesungguhnya memiliki falsafah yang luar biasa mulia. ‘Uqûbât dalam Islam berfungsi sebagai zawâjir (pencegah) dan jawâbir (penebus). Pada masa Nabi saw., ada seorang seperti al-Ghamidiyah dan Maiz bin Malik yang ngotot untuk mendapatkan hukuman rajam atas kekhilafan mereka berzina. Mengapa mereka bersikeras menuntut rajam? Mereka sadar benar, hanya dengan cara menerima hukuman sesuai dengan ketentuan syariah sajalah mereka akan terbebas dari hukuman di akhirat yang jauh lebih keras daripada hukuman di dunia.

Secara empirik, hukum sekular telah gagal mencegah terjadinya kejahatan. Ini terbukti dari terus meningkatnya kualitas dan kuantitas kejahatan dari waktu ke waktu. Hukum sekular itu tentu juga tidak akan bisa berfungsi sama sekali sebagai penebus terhadap siksa di akhirat. Karenanya, dengan hukum sekular itu sebenarnya tidak ada satu pun pihak yang diuntungkan. Masyarakat tidak diuntungkan karena harta, jiwa dan kehormatan mereka tidak terlindungi. Pemerintah juga tidak diuntungkan karena kualitas dan kuantitas kejahatan terus meningkat sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Penjara yang ada pun tidak lagi mampu menampung para penjahat. Yang pasti, hukum sekular tidak menguntungkan pelaku kejahatan karena hukuman itu tidak bisa menjadi penebus buat hukuman di akhirat kelak.

“Bila tidak ada yang diuntungkan, mengapa kita masih saja terus mempertahankan hukum semacam ini?” sergah Jubir HTI di akhir penjelasannnya.

Tanpa menunggu reaksi lebih lama, Jubir HTI dengan agak sedikit berdiri lantas menggebrak keras meja di depannya. Setengah berteriak ia mengatakan, “Siapa sekarang yang tetap tidak setuju syariah?”

Seluruh peserta LK II HMI di Tasikmalaya diam membisu. Tidak ada satu pun yang bersuara. Semua tampak diam menunduk. Tiba-tiba, ada satu peserta berdiri sambil menunjukkan jari berkata, “Saya setuju.” Tak berapa lama, berdiri lagi satu peserta, “Saya juga setuju.” Lalu segera diikuti oleh hampir seluruh peserta, “Kami setuju! Kami setuju!” “Allahu Akbar….!!!”

Suara takbir segera memenuhi ruangan training yang tidak terlalu besar itu. Subhanallah, mereka cepat sekali bisa berubah. Ternyata, penolakan dan persetujuan hanya dibatasi oleh penjelasan.

Usai acara, peserta beramai-ramai minta foto bersama. Ketika acara pemberian cindera mata hendak dilakukan, peserta berebut ingin menyerahkannya kepada Jubir HTI. Akhirnya, Jubir HTI minta cindera itu diletakkan saja di atas nampan, dan peserta bersama-sama membawa nampan itu ke depan. Jubir lantas mengambil cindera mata yang diletakkan di atas nampan itu.

Di sinilah pentingnya dakwah fikriyah dan dakwah siyâsiyah yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia secara konsisten kepada semua lapisan umat. [Kantor Jubir HTI-Jakarta].


Mohon Tanggapannya....

By : Jatnika Sadili

Baca Selengkapnya......

Thursday, April 30, 2009





Keluarga besar HMI CABANG KABUPATEN BANDUNG
MENGUCAPKAN SELAMAT DAN SUKSES
KEPADA
KANDA ASEP MAHMUD YUSUF (AMY)DAN RAHMAT SEBAGAI FORMATUR DAN MID FORMATUR TERPILIH HMI CAB. KAB. BANDUNG
PERIODE 2009 - 2010

YAKIN USAHA SAMPAI

Baca Selengkapnya......

Wednesday, April 8, 2009

Press Conference Pengurus Besar HMI

”Menuju Pileg Berkualitas dan Damai”

Menjelang pelaksanaan pemilu legislatif, seluruh media dan pihak-pihak yang peduli terhadap proses demokratisasi di Indonesia sangat intens melakukan penilaian, bahkan melakukan pendampingan terkait dengan proses pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan ini. Mulai dari pendampingan yang bersifat substansial hingga yang bersifat teknis-operasional. Hal tersebut menambah bobot dinamika demokratisasi di Indonesia melalui media Pemilu 2009 menuju pada tahapan yang lebih sempurna.
Dalam hal ini PB HMI melalui program HMI for Election 09, sudah melaksanakan beberapa kegiatan, yakni Gerakan Pemilih Cerdas dan Mobile Campaign for Voter Education. Sedangkan kerjasama pengawasan hari H pemilihan yang diajukan kepada Bawaslu, insyaAllah dapat direalisasi pada pemilihan presiden 8 Juli 2009 nanti.

Menindak lanjuti kebijakan PB HMI terkait dengan pendampingan demokrasi dan pelaksanaan pemilu, menjelang pemilu legislatif tanggal 09 April 2009 besok, PB HMI merasa perlu mengeluarkan beberapa seruan sebagai pernyataan sikap organisasi, sebagai berikut:

Dengan berbagai fenomena yang berkembang terkait dengan persiapan pemilu, penyelengara pemilu dituntut lebih ekstra lagi dalam peningkatan kinerjanya.
Secara tegas kami menyerukan agar KPU dan Bawaslu beserta jajarannya :
1. Tetap kukuh bersikap netral dan menjunjung tinggi integritas dan asas keadilan. Keberpihakan penyelenggara pemilu akan menjadi landasan awal pecahnya konflik dalam penyelenggaraan pemilu. Selain itu, keberpihakan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) akan mengurangi kualitas penyelenggaraan pemilu.
2. Responsif atas berbagai hal yang memungkinkan terjadinya sengketa pemilu, dan berupaya membuat rumusan yang kongkrit terkait dengan penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan pemilu dengan memberikan penjelasan yang lengkap, menyeluruh, dan tidak ambigu.

Selanjutnya untuk para pemilih, sesuai dengan garis program Gerakan Pemilih Cerdas, PB HMI menghimbau agar :
1. Tidak memilih para politisi yang menggunakan politik uang atau suap. Memilih para politisi yang menggunakan politik uang sama saja menggadaikan nasib bangsa selama lima tahun ke depan. Selain itu juga Politik uang bisa mengurangi kualitas penyelenggaraan pemilu.
2. Para pemilih sebaiknya memilih para caleg yang memiliki standar pendidikan yang layak agar terjadi peningkatan kualitas parlemen kita. Untuk DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota sebaiknya memilih caleg yang memiliki standar pendidikan minimal SLTA dan yang sederajat. Untuk DPR RI dan DPD RI sebaiknya para pemilih memilih caleg yang memiliki kapabilitas akademis dengan memperhatikan basic akademisnya setidaknya S1.
3. Para pemilih sebagaiknya memilih para caleg yang bersih dari kasus korupsi dan terlihat amanah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Jangan memilih para caleg yang terbukti atau terindikasi melakukan perselingkuhan dan skandal sebagai hukuman sosial bagi para caleg yang lemah pada wilayah moralitas.
5. Para pemilih jangan mau terprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang berupaya mengagalkan atau menghadirkan kekacauan terkait pelaksanaan pemilu.
6. Sebaiknya para pemilih tidak mencontreng nama partai, melainkan mencontreng nama caleg, agar suara tersalurkan dengan tepat kepada caleg tertentu.
7. Para pemilih sebaiknya jangan tergesa-gesa melakukan pencontrengan di dalam bilik suara yang akan mengakibatkan suara rusak dan aspirasi tidak tersalurkan.
8. Para pemilih sebaiknya menghindari ajakan pihak-pihak tertentu untuk melakukan kecurangan terkait dengan penyelenggaraan pemilu.

Penting juga harus diperhatikan adalah kecenderungan kontestan, baik partai politik secara kelembagaan, maupun para caleg secara personal. Terkait dengan mereka, PB HMI menyerukan :
1. Sebagai kontestan harus memiliki sikap yang bijaksana dalam menerima hasil pemilu. Siap menang dan juga siap kalah.
2. Jika pun terjadi sengketa dan indikasi kecurangan terkait dengan penyelengaraan pemilu, kontestan sebaiknya menempuh jalur konstutisional dalam upaya penyelesaiannya. Agar selain meminimalisasi konflik, cara seperti ini juga akan menambah kualitas pemilu dan memberikan gambaran yang positif terhadap masyarakat terkait dengan perkembangan proses demokratisasi yang berlangsung.
3. Jangan menggunakan pendekatan politik uang kepada masyarakat, seperti melalui serangan fajar sebagai upaya memenangkan pemilu. Selain ini melanggar aturan, hal tersebut juga akan merusak tatanan bangunan demokrasi yang telah terbangun dari kesadaran masyarakat.
4. Para kontestan partai politik atau individu yang kebetulan berada di pemerintahan, jangan sekali-kali menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik pesonal atau golongan.

Selain hal tersebut diatas, PB HMI juga menyerukan seluruh kader di Indonesia baik di tingkat Komisariat, Cabang dan Badko agar mensosialisasikan dan melaksanakan kebijakan PB HMI di atas. Hal ini kami sampaikan sebagai sebuah refleksi panjang proses pendampingan HMI terkait dengan mewujudkan tatanan demokrasi substansial di Indonesia.

Demikian dan terima kasih

Jakarta, 8 April 2009


PENGURUS BESAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLA

Baca Selengkapnya......
 
@Copyright © 2007 Depkoinfokom HMI Design by Boelldzh
sported by HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Kabupaten Bandung
Pusgit (Pusat Kegiatan) HMI Jl.Permai V Cibiru Bandung 40614
email;hmi[DOT]kab[DOT]bdg[ET]gmail[DOT]com