Tuesday, August 31, 2010

Mahasiswa..

Ketika mendengar kata aktivis mahasiswa. tak heran tentunya juga dengan kata demonstran yang kepanasan kehujanan teriak-teriak di ujung TOA yang sebenarnya tidak ada yang mendengarkan mungkin?! yang sebetulnya dimana demo adalah post sosial, apabila jalur diplomasi tidak lagi bisa di tempuh untuk memecahkan masalah dan jalur itu di pandang tidak lagi mempan karena sudah tidak di dengar. namun saat ini mungkin hanya celotehan saja dari anak ingusan seperti saya, namun Apa rasanya bila unek-unek dan aspirasi kita mengenai kondisi bangsa ini bisa langsung disampaikan dan di ketahui bahkan di tanggapi oleh yang berkepntingan?

Mungkin ini yang juga tujuan dari demo itu, bagaimana aspirasi langsung bisa di tanggapi, ya walalu realisasi masih di anggap hal susah, namun saya pikir ada sebuah langkan maju di mana mahasiswa mulai saatnya bersikap elegan dalam menyampikan aspirasi untuk rakyat semua, karena rakyat pun sudah memandang "bau" mahasiswa, karena masyarakat tidak butuh demo yang di butuhkan adalah realita saat ini bagaimana caranya makan...

kita pun mahasiswa tidak boleh menghilangkan yang namanya demo atau melupakan jasa kawan - kawan mahasiswa dimana 1998 kejayaan mahasiswa menjadi terbukti dan real. namaun saat ini "dikit dikit demo, dikit dikit demo, demo kok dikit-dikit" itu sudah menjadi tontonan bukan lagi tuntunan, ambil sampel media saja, saat ini dah mulai acuh dengan aksi mahasiswa, kalo ga ricuh ga rame itu mungkin prinsip media ? kenapa demikian karena demo dan aksi moral mahasiswa sudah di pandang usang oleh masyarakat umum.

saat ini sebagai bukti kepedulian mahasiswa sudah banyak jalurnya, salah satunya aspirasi banyak media yang menawarkan untuk mahasiswa berpendapat, baik dalam bentuk artikel maupun dalam bentuk karya lain. dalam
baik cetak maupun elektronik, sehingga penyampaian gagasan mahasiswa bisa elegan dan tapak lebih intelek.

atau bahkan saat ini banyak media di internet yang bisa di pergunakan untuk menyampaikan aspirasi, itu baru tahap penyampaian aspirasi, kini bagaimana dengan kata - kata bahwa mahasiswa harus menjungjung tri darma perguruan tinggi khusunya pengabdian terhadap masyarakat, ketika saya boleh menilai, pengabdian mahasiswa terhadap masyarakat sangat tinggi dari program yang namanya baksos, pengabdian, atau bahkan saat ini muncul nama tren baru comdev.

apapun itu mahasiswa sudah saatnya tidak terbuai romantisme sejarah kebanggaan terhadap kejayaan mahasiswa dari tahaun "66 atau '98 kini saatnya generasi sekarang yantg menciptakan formatan gerakan mahasiswa seperti apa untuk menorehkan tinta emas di zaman ini...

Yakin Usaha sampai...hanya sebuah celotehan saja... By : Jatnika Kader HMI Cab. Kab. Bandung

Baca Selengkapnya......

Teror terhadap Aktivis


Oleh.Oki Sukirman Dzil-Akhwaini*

Istilah teror dan intimidasi dulu sangat populer pada masa pemerintahan Orde Baru. Saat itu negara dikelola dengan manajemen teror pemerintahan yang otoriter. Teror dan intimidasi memang dinilai ampuh untuk mengamankan legitimasi kekuasaan Orba, terbukti selama 32 tahun sistem menajemen teror penguasa mampu mengendalikan semua lini pemerintahan. Para aktifis kebenaran yang bersuara vokal dan lantang terhadap pemerintahan secara masif dan agresif ”diamankan” dengan cara diculik lalu dipenjara bahkan sampai dibunuh.

Rupanya, setelah dua belas tahun era reformasi berjalan, manajemen teror ala Orba tersebut belum sepenuhnya hilang. Apa yang menimpa Tama Satria langkun, aktifis Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dianiaya oleh sekelompok orang yang tidak dikenal pada tanggal 8 Juli 2010 lalu dan juga pelemparan bom molotov ke kantor Tempo, merupakan bukti nyata, bahwa gaya premanisme, intimidasi dan teror masih bersemi di negeri tercinta ini.

Peristiwa yang terjadi beruntun tersebut menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa peristiwa itu terjadi dalam waktu hampir bersamaan? Mengapa pula peristiwa itu terjadi tatkala ada pengungkapan rekening gemuk para perwira tinggi Polri? Siapa sebenarnya aktor dan pelaku di balik dua kasus tersebut?

Resiko perjuangan kebenaran.

Dunia aktivis adalah dunia idealis. Idealisme tumbuh subur menjadi elemen abstrak bernama gairah melakukan aktivitas dan perlawanan terhadap ”kemunafikan sosial”. Aktifis adalah eksekutor yang memiliki tanggung jawab yang lebih dari masyarakat umum karena posisinya yang lebih intens menjamah sumber-sumber pencerahan dan informasi publik, sehingga ia tidak saja berperan sebagai ”agen perubahan” an sich menjadi ”pengarah perubahan”. Disinilah para aktifis berperan seolah ”anjing penjaga” (wacthdog) yang setiap waktu akan selau ”menggonggong” untuk sekedar mengingatkan ataupun ”menggigit” terhadap para penguasa yang tidak patuh pada tuannya (baca: rakyat).
Namun perlu disadari, bahwa perjuangan untuk menegakan kebenaran dan keadilan tidaklah berjalan dengan mulus, selalu ada kerikil dan duri yang menjadi hambatan. Ada pihak yang tidak senang dan ”terganggu, sehingga ia berusaha untuk menghentikan ”aksi moral” tersebut. Maka sebenarnya perjuangan aktivis kebenaran tidak saja mempertaruhkan idealismenya semata, juga merupakan pertaruhan nyawa.

Lingkup terkecil saja, dunia aktifis mahasiswa tidak terlepas dari sikap teror dan intimidasi. Aktifis mahasiswa yang sedikit vokal dan lantang mengkritisi kebijakan serta ketimpangan di kampusnya, terkadang diancam lewat jalur akademis. Entah proses perkuliahannya akan dipersulit, atau ujiannya tidak akan diluluskan, dan sebagainya.

Dalam lingkup kehidupan politik berbangsa dan bernegara, tak jarang para aktivis kebenaran mendapatkan teror dan intimidasi. Ingatan kita masih segar, bagaimana (alm) Munir yang meninggal karena diracun. Sebab banyak pihak yang merasa ”terusik” dengan perjuangan beliau yang sangat frontal memperjuangkan penegakan hak asasi manusia (HAM).

Ada beberapa hikmah yang bisa kita jadikan pelajaran dari kejadian yang menimpa aktivis ICW dan Koran Tempo tersebut. Pertama, saya menyakini bahwa aksi teror dan intimidasi tersebut bukan semakin menciutkan dan matinya gerakan advokasi dan perjuangan kebenaran. Justru malah sebaliknya, akan semakin masif dan agresifnya proses perjuangan tersebut. Meminjam terminologi dalam dunia persilatan Thie Khie I Beng, ilmu yang bisa menyedot kekuatan lawan. Bahwa, setiap tekanan dan pukulan yang dilancarkan kepada para aktivis, bukannya menghancurkan, tetapi justru akan menambah kekuatan mereka.

Kedua, negara harus menjamin perlindungan dan kemanan bagi setiap warga negara, terutama para aktifis kebenaran. Dengan cara menguatkan peranan Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK). LPSK harus diberi kewenangan lebih untuk pro aktif “menjemput bola” bagi para korban dan saksi untuk berusaha menawarkan perlindungan. Sebab selama ini LPSK hanya “menunggu bola” untuk melakukan perlindungan.

Ketiga, pengusutan kasus ini harus benar-benar komprehensif dan terbuka. Siapa aktor dibalik aksi teror tersebut? Bukan rahasia umum lagi, opini yang berkembang di masyarakat bahwa peristiwa tersebut terkait dengan lembaga Polri. Kepolisian sebagai institusi pelindung dan pengayom masyarakat harus benar-benar serius mengusut kasus ini.

Bagaimanapun perjuangan para aktifis kebenaran ini sangatlah mulia. Mereka senantiasa menjadi garda terdepan (avant garde) dalam konteks perubahan sosial dan reformasi bangsa yang konstruktif bagi masa depan. Mudah-mudahan kejadian ini dijadikan sebagai the rallying point, yang akan menimbulkan efek solidaritas dan membentuk basis dukungan dari berbagai pihak, sehingga perjuangan untuk menegakan kebenaran dan keadilan semakin kuat. Intimidasi dan teror adalah resiko dari perjuangan. Kita yang hanya “Diam” saja mempunyai resiko apalagi berjuang.

Wallahu A’lam

* : Penulis adalah kader HMI cab. Kab. Bandung. pengurus Badko HMI Jawa Barat, peneliti pada Rausyan Fikr Insitute.

Baca Selengkapnya......

Lesunya Gerakan Mahasiswa


Oleh.Oki Sukirman Dzil-Akhwaini*

Apakabar kini gerakan mahasiswa (GM)? Sudah lama tak terdengar gebrakan-gebrakanatas nama hati nurani rakyat. Kenapa kau sudah lama absen menjadi gardaterdepan (avant garde) sebagai agent social of change dan agentsocial of contro? Kemanakah kini semangatmu yang dulu membara melawan tiranikekuasaan yang tidak berpihak kepada rakyat? Oleh sebab apa gerakanmu seolah lesudan tidak berdaya diterpa angin kekuatan politik kekuasaan yang semakin kuat ini?

Pertanyaanitulah yang mungkin hari ini muncul terhadap GM. Dalam perjalanan sejarahbangsa ini, jelaslah bahwa GM dapat menunjukkan peran strategisnya sebagaikomunitas yang mampu menjadikan dirinya sebagai instrument perubahan. Darisebelum kemerdekaan, GM senantiasa proaktif dalam memperjuangkan kemerdekaan,entah dengan mengangkat senjata langsung atau melalui gerakan-gerakan terpimpinberupa gerakan intelektual. Begitupun pasca kemerdekaan, sejak masa orde lama,orde baru hingga orde reformasi, GM tidakpernah absen dalam pembangunan mengisi kemerdekaan.

GM pada tahun 1998 (sebut saja angkatan 98) secara sosio politis peranannya samadengan generasi sebelumnya (Angkatan 1908 , 1928, 1945, 1966, 1974 dan1977/1978). Ada kesamaan yang menjadi kekuatan pendorong (driving force) dari gerakan-gerakan mahasiswa di setiap angkatantersebut yakni pergerakan mahasiswa selalu muncul dalam situasi dan kondisiyang ditandai oleh terjadinya masalah besar yang dampaknya dirasakan olehseluruh masyarakat.

Lalubagaimana hari ini? Rupanya setelah GM pada tahun 1998 yang berhasil menggulingkanorde baru, GM seolah tenggelam entah ke mana dan menjadi lesu. Apakah GM tidaktergugah oleh ketimpangan social yang semakin meraja lela. Ketidakadilan yang sudahsemakin telanjang di mata rakyat. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidakberpihak kepada rakyat.

Bagaimanapun (pasti) selalu ada kekuatan yang melemahkan gerakan mahasiswa baik dulu ataupunkini, sehingga menyebabkan GM lesu, melempem bahkan tenggelam. Sayamenganalisis, terjadi kelesuan tersebut disebabkan oleh dua faktor, faktorinternal dan eksternal.

Faktor nternal dari lesunya GM. Pertama, kealpaan kaderisasi pada GM di setiaporganisasi. Bukan rahasia umum lagi bahwa hari ini organisasi-organisasi besaryang dahulunya menjadi penggerak GM seperti HMI, KAMMI, PMII, GMNI, PMKRI danlain sebagainya, hari ini tidak lagi "seksi" dan tidak menjadi pilihan bagimahasiswa. Mahasiswa baru khususnya, sepertinya ogah untuk berorganisasi,paradigma yang muncul cukuplah menjadi "mahasiswa kupu-kupu" (kuliahpulang-kuliah pulang) agar cepat selesai kuliah atau menjadi "mahasiswa kunang-kunang"(kuliah nangkring-kuliah nangkring) hanya untuk kesenangan. Impilkasinya sangatbesar, banyak organisasi yang sejatinya menjadi incubator dalam membentukmahasiswa sebagai agent perubah, justru lesu dan tenggelam karena kekurangankader penerus.

Kedua,budaya organisasi yang sangat rendah. Faktor kedisiplinan setiap insaneorganisasi; ketidaktepatan waktu, buruknya tata kelola administrasi, hingga miskinnyakegiatan-kegiatan dalam mengembangkan nuansa intelektual, merupakan penyebabdari lesunya GM. Sebab bagaimanapun sebuah organisasi tidak mungkin menjadi "kawahcandradimuka" bagi mahasiswa mana kala budaya kedisiplinan yang dibangun dalamorganisasi tersebut sangat kurang.

Selain faktor internal, juga faktor eksternal. Pertama, semakin kuatnya arus globalisasidengan faham kapitalisme dan materialisme. Kita lihat bagaimana orientasiperkuliahan di kampus-kampus hari ini, yang hanya bertumpu pemenuhan kebutuhanpasar. Hal ini menyebabkan GM menjadi "barang yang langka" di kampus-kampusbesar. Banyak mahasiswa merasa sia-sia jika masuk organisasi sebab kebutuhanpasar akan kompetensi profesionalisme tidak akan didapat melalui organisasi,sehingga mahasiswa lebih tertarik pada orientasi berbasis profit dan kegiatan-kegiatanpenunjang perkuliahannya, seperti kursus dan magang.

Selainitu juga, karena faham kapitalisme dan materialisme itulah terjadi hegemonihedonisme yang menyebabkan mahasiswa lebih memilih "zona nyaman" hanya sebagai mahasiswa"biasa". Potret mahasiswa kunang-kunang itulah yang terjangkit oleh hegemonihedonisme. Mereka ingin menikmati masamuda dengan berfoya-foya dan kesenangan belaka, sambil berharap tua kaya rayadan mati masuk surga.

RedesainGerakan Mahasiswa

Olehkarenanya dalam perspektif saya, GM perlu diberi suntikan "obat kuat" agarkembali bergeliat dan maju ke depan sebagai pelopor perubahan dalam melawanketidakadilan. Perlu ada upaya mendesain kembali (redesain) GM. Tentunya GM iniharuslah di mulai dari organisasi-organisasi kemahasiswaan yang ada hari ini.

Sepertiterurai dari beberapa factor internal dan eksternal di atas, ke depannyaorganisasi mahasiswa harus menjadi organisasi yang modern, yang mampu menjawabkebutuhan mahasiswa sambil tetap menjaga kemurniaan idealisme organisasitersebut. Dan kemurniaan organisasi mahasiswa dapat terjaga manakala ideologiyang menjadi "kompas" sebuah organisasi dapat terjaga dan dipegang teguh. Sebabideologilah yang menjadi "obat kuat" dan pemicu untuk kembali menggeliat,bergerak dan melawan. Jika tidak demikian, maka gerakan mahasiswa hanya tinggalmenunggu waktu untuk punah, tergerus bersama waktu. Tentu, semoga tidak.

*Penulis adalah Kader HMI Kab. Bandung. Pengurus Badan Koordinasi (Badko) HMI Jawa Barat. Pegiat RausyanFikr Insitute (Rafik Insitute).

Baca Selengkapnya......
 
@Copyright © 2007 Depkoinfokom HMI Design by Boelldzh
sported by HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Kabupaten Bandung
Pusgit (Pusat Kegiatan) HMI Jl.Permai V Cibiru Bandung 40614
email;hmi[DOT]kab[DOT]bdg[ET]gmail[DOT]com