Dimanakah HMI...?

HMI UIN SGD Bandung Jangan Pakai Kaca Spion Terus
A Sultonie

Kalau bicara HMI, terutama HMI UIN SGD Bandung selalu menarik untuk dicermati. Betapa tidak? wacana pengembangan intelektual mestinya dijadikan soko guru bagi program besar HMI Cab. Kabupaten Bandung ini. Tapi rupanya tradisi lama masih kuat. Tradisi yang menurut saya sudah tidak relevan untuk dijadikan peningkatan kualitas institusi Besar ini.

Penguatan intelektual selalu berjalan seiring dengan penguatan independensi. Jika faktor independen ini tidak dijadikan tolok ukur. Maka tidak ada lagi pilar yang kuat untuk mempertahankan HMI menjadi dapur penggodogan calon-calon cendekiawan muslim.

Jelas sekali logikanya. Independen dapat menciptakan para anggota HMI menjadi kader yang mandiri. Dengan kata lain, mandiri dalam bersikap, berpikir dan berkarya. Sikap anggota selama ini masih tergantung bagaimana sikap para alumninya. Sehingga apapun yang dilakukan oleh alumni, sepertinya anggota HMI tidak mau tidak selalu mengikuti kemana para alumni ini bertindak.

Memang, harus diakui selama ini HMI banyak dibantu oleh para alumni. Terutama masalah fasilitas dan financial. Apalagi kemudian ada janji-janji bahwa kelak para anggota HMI ini akan dipermudah untuk melanjutkan karirnya, kalau mereka telah menjadi alumni juga. Ini yang sebenarnya dapat meracuni pikiran mandiri para anggota HMI.

Tidak bisa dipungkiri memang, banyak jaringan kuat para alumni HMI untuk membantu mengembangkan karir bagi para anggotanya kelak. Tapi ini bukan jaminan 100 % bahwa itu akan terbukti. Harus dipahami bahwa masa depan bukan milik alumni. Tapi jelas-jelas milik para anggota HMI yang kelak menjadi alumni. Dan yang paling penting, masa depan hanya bisa diciptakan bagi para kader HMI yang berkualitas. Kualitas Akademik, Kualitas Berkarya dan Kualitas Pengabdian. Pertanyaannya? kira-kira HMI saat ini masih mampu mencipatakan kader-kader berkualitas, yang benar-benar berkualitas tanpa tanda kutip. Jawabannya bukan siap atau tidak siap. Tapi harus dibuktikan dengan program-program ril, bahwa itu akan mengarah pada penguatan intelektual, karya dan pengabdian.

Rada-rada repot memang. Sebab saat ini secara ril anggota HMI masih kuat menggantung pada alumni. Justru yang saya sesalkan, sikap kebergantungan ini mestinya dalam bentuk kemunikasi aktif dan paritisipasi alumni. Tapi yang terjadi bukan demikian. Apa yang menjadi keinginan dan "hawa nafsu" para alumni, mereka selalu memanfaatkan adik-adik mereka di HMI. Ini yang saya sesalkan.